Legenda Dewa Harem

Chapter 40: Dengarkan Penjelasanku!

Setelah merangkul pinggang Viona dan keluar dari bar, Randika menanyai Viona.

"Kok bisa kamu kenal pria bajingan seperti itu?" Tanya Randika.

"Dia adalah kenalan dari kenalanku." Viona mengerutkan dahinya. "Dari awal aku juga tidak suka dengannya tapi aku tidak menyangka dia sampai memanggil para preman itu."

"Yang sudah berlalu biarlah berlalu." Randika tersenyum. "Asalkan kau selamat aku sudah senang."

"Kau memang pintar berbicara manis ya." Viona juga ikut tersenyum.

"Aku bukan hanya pintar dengan kata-kataku saja, sebenarnya kekuatanku jauh lebih hebat dari yang tadi lho."

"Kekuatan apa?" Viona sedikit penasaran. Dia tahu bahwa Randika jago berkelahi ketika dia membuat para preman di perusahaan Cendrawasih berlutut semua.

Randika lalu menarik Viona ke sebuah gang kecil di mana tidak ada orang dan memojokkannya pada tembok.

Dia lalu mencium Viona sekali lagi!

Kali ini Randika berusaha mendapatkan lidah Viona.

Kepala Viona mulai tidak bisa bekerja lagi, sensasi nikmat dari ciuman panjangnya ini tidak bisa membuatnya berpikir. Tangan kecilnya itu mulai memukul-mukul ringan dada Randika, entah dia hendak mendorong Randika atau memintanya agar menciumnya lebih intim lagi.

Randika masih menikmati kelembutan bibir Viona sambil mulai meraba-raba bagian lain.

Tangan kirinya mulai bergerak ke bagian bawah dan menyelinap masuk dari balik celana dalam Viona sedangkan tangan kanannya meraba bagian dada Viona.

Merasakan gerakan tangan Randika, Viona mulai sadar dari kenikmatannya dan berusaha melepaskan diri. Dia mendorong dan memalingkan wajahnya tetapi percuma, Randika mengecup lehernya sambil terus merabanya. Viona akhirnya menggigit telinga Randika!

"Ah!"

Randika terkejut dan Viona memanfaatkan hal ini untuk melepaskan diri.

"Kenapa?" Randika tersenyum pahit, apakah ada yang salah dengan tekniknya?

Hati Viona masih dilanda galau. Dia menyukai Randika sejak pertemuan mereka di taman, tetapi dia merasa belum ada kejelasan di antara mereka berdua. Dia merasa bahwa hubungan mereka yang sekarang terlalu cepat untuk dibawa ke ranjang.

Melihat Viona yang terdiam dan menundukkan kepalanya, Randika tersenyum dan mengusap kepala perempuan itu. "Viona, kalau kamu merasa malu karena belum pernah melakukannya kau tidak perlu terlalu memikirkannya. Kita lalui ini secara perlahan saja. Untuk sekarang, bagaimana kalau kita membiasakan diri dengan ciuman saja? Lama-lama kamu akan terbiasa."

Maksudnya membiasakan dengan ciuman itu apa?

Viona sedikit kecewa dengan Randika dan berkata dengan nada sedih. "Biarkan aku pulang sendirian."

Randika mengangguk dan ketika Viona lengah, dia menciumnya lagi!

Namun kali ini ciuman itu biasa saja dan hanya beberapa detik. Viona kembali menjadi murung.

"Huh!" Melihat senyuman nakal Randika, Viona menjadi marah.

Jangan harap kau bisa menciumku lagi! Pikirnya.

Ketika melihat Viona naik taksinya, Randika menggelengkan kepalanya dan memutuskan untuk pulang. Masalah utamanya belum dia selesaikan.

...…

Setelah kembali di rumah, Randika bertemu dengan Inggrid yang ada di ruang tamu.

"Istriku tercinta, suamimu pulang!" Kata Randika sambil minta peluk. Inggrid hanya menanggapinya dengan muka cemberut dan berjalan menjauhinya.

Wah, wah masalah ini ternyata lebih susah dari perkiraannya.

"Tunggu! Yang tadi itu kau benar-benar salah paham." Randika segera mengejar Inggrid.

"Hidupmu tidak ada hubungannya denganku." Kata Inggrid dengan nada dingin. "Kita hanya menjadi suami istri selama 3 bulan saja dan setelah itu kita tidak akan bertemu selamanya. Ingat itu baik-baik."

Kali ini Randika merasa Inggrid benar-benar membencinya.

"Setidaknya dengarkan aku dulu." Randika segera menyusul Inggrid dan berdiri di hadapannya. Inggrid langsung berputar arah, tidak mau melihat wajah Randika.

Randika lalu mencengkeram bahu Inggrid. "Apa yang terjadi malam ini hanyalah salah paham. Aku bersumpah pada Yang Maha Esa kalau aku berbohong, dia boleh memotong alat kelaminku!"

Inggrid menatapnya tajam dan wajahnya memerah, bisa-bisanya pria ini membawa alat kelaminnya? Dasar pria bar-bar.

"Istriku aku mohon berikan aku beberapa menit untuk menjelaskannya! Beberapa detik saja sudah cukup kok." Kata Randika sambil tersenyum.

"Siapa memangnya yang mau mendengarkan alasanmu? Lepaskan aku!" Teriak Inggrid.

"Kau harus mendengarkannya." Randika tetap bersikeras ingin menjelaskan.

Inggrid yang berjalan menuju ke lantai 2 segera disusul oleh Randika. "Sejujurnya aku tidak menyangka akan bertemu dengan wanita itu. Setelah aku berhasil mengejar pembunuh itu, aku bertemu dengan wanita yang bernama Elva itu dan kondisinya waktu itu …. "

"Aku tidak peduli, aku tidak peduli!" Inggrid segera menutup telinganya dan berlari menaiki tangga.

Randika kembali menyusulnya. "Kau harus mendengarnya sampai habis!"

Inggrid lalu berhenti dan menoleh. "Buat apa repot-repot menjelaskan? Aku punya mata dan aku bisa menyimpulkan sendiri. Aku melihatmu membawa wanita itu ke hotel dan wanita itu sudah setengah telanjang dan pura-pura tidur pas aku sampai di sana. Buat apa menjelaskannya lagi?"

"Jangan percaya dengan apa yang kau lihat, itu bisa menipumu! Aku tahu kau tidak percaya aku akan melakukan hal itu padamu."

"Aku tidak butuh penjelasanmu dan kau tidak perlu repot-repot berusaha menjelaskannya." Inggrid lalu menaiki tangga lagi, dan Randika menyusulnya lagi. "Aku hanya membantunya mengeluarkan racun di tubuhnya. Bajunya terlepas karena pori-pori tubuhnya perlu terbuka. Semua itu sama dengan ketika aku menyelamatkanmu dari keracunan di kantor."

"Aku tidak mau dengar, aku tidak mau dengar!"

"Kau harus mendengarnya! Kejadiannya sama persis ketika aku menyuruhmu membuka baju pada saat itu." Randika mengikuti Inggrid ke mana-mana seperti magnet. Ke mana pun dia pergi, Randika akan mengikutinya. Kalau perlu, dia tidak akan membiarkan Inggrid tidur sebelum dia mendengarkan dirinya.

Randika tetap bersikukuh menjelaskan sedangkan Inggrid tidak peduli dan percaya dengan apa yang dilihatnya. Apalagi, pria ini ahli dalam mempermainkan kata-kata jadi dia tidak boleh terlena dengan kata-kata manisnya.

"Aku tidak mau mendengarmu dan aku tidak peduli denganmu." Inggrid tetap berjalan tanpa henti.

Randika segera berdiri di hadapannya dan memintanya berhenti. "Kau harus mendengarkanku sampai selesai. Semua ini hanya salah paham. Setelah aku berhasil mengejar pembunuh itu, aku bertemu dengan Elva yang diberi obat oleh …. "

"AAAAAA!" Tiba-tiba Inggrid berteriak keras dan mengalahkan volume suara Randika.

"Sudah aku bilang kau tidak perlu menjelaskan dan aku tidak mau mendengar alasanmu!" Setelah itu Inggrid berlari menuju toilet.

Randika mulai jengkel. Memang benar dia membuka pakaian Elva dan menikmati pemandangan itu, tetapi dia melakukannya untuk menyelamatkan nyawanya sama seperti waktu dia menyelamatkan Inggrid di kantornya. Kalau saja Inggrid mau memahami hal ini, semua kesalahpahaman ini bisa terselesaikan.

Inggrid dengan cepat menutup pintu dan duduk di toilet dengan celananya digantung di pintu. Ketika mendengar tidak ada suara Randika lagi, dia bernapas lega. Sesaat kemudian, pintu toilet itu terbuka dan wajah pria paling dibencinya nampak dari balik pintu.

Inggrid membeku, pria ini tidak tahu arti kata dari privasi?

Ketika Inggrid hendak berteriak, Randika sudah berlari sekuat tenaga dan menutup mulutnya. Lagi-lagi Randika berhasil mencegahnya untuk berteriak.

Namun, suara langkah kaki dari luar ruangan membuat hatinya berdegup kencang. "Waduh, Ibu Ipah ngapain juga tiba-tiba naik ke sini."

Inggrid yang tidak memakai celana itu menatap Randika. Benar-benar pria tidak tahu diri, ini kedua kalinya kau menyekapku di kamar mandiku.

'Huh ketika Ibu Ipah sampai di depan pintu, aku akan berteriak sekuat tenaga dan dia akan menghajarmu!' Pikir Inggrid.

Ketika mendengar suara langkah Ibu Ipah semakin dekat, Inggrid berusaha menggigit tangan Randika seperti sebelumnya. Tetapi Randika sudah belajar dari pengalaman dan tidak memberi kesempatan yang sama.

Inggrid masih belum menyerah. Kali ini dia tidak repot-repot menutupi bagian bawahnya yang terekspos dan berusaha melepas tangan Randika.

"Diamlah sebentar! Ibu Ipah ada di luar…" Kata Randika dengan suara pelan.

Inggrid masih berontak dan berusaha memberitahu keadaannya kepada Ibu Ipah yang ada di luar.

Mengetahui bahwa melepaskan tangan Randika adalah tindakan percuma, dia mulai menancapkan kukunya ke tangan Randika!

"Hissss." Randika berusaha menahan rasa sakitnya itu sambil menggertakan gigi. Dia tidak punya pilihan, Ibu Ipah sekarang ada di depan pintu kamar mandi.

Ibu Ipah menempelkan kupingnya di pintu untuk beberapa saat. Dia mendengar suara teriakan teredam dan juga suara seperti pinggang yang bertabrakan. Sepertinya ini suara mereka melampiaskan hasrat mereka? Suara di dalam mengindikasikan bahwa kegiatan mereka tidak ingin terdengar.

Memang sih pasangan suami istri ini pernah melakukannya di lantai 1 di ruang tamu, tetapi masa melakukannya di kamar mandi?

"Ya ampun, generasi muda memang tidak pilih-pilih tempat. Bahkan kamar mandi saja dijadikan tempat pemuas nafsu. Mau jadi apa negara ini ckck." Meskipun suara Ibu Ipah pelan, suara ini terdengar oleh Randika dan Inggrid. Inggrid merasa malu dan menyalahkan Randika, sedangkan Randika hanya tertawa.

Ibu Ipah ternyata pengertian juga, memang dia yang terbaik.

"Tolong, aku hanya minta kau mendengarkan tanpa memotong penjelasanku kali ini." Kata Randika.

Inggrid masih berusaha berteriak dari balik tangan Randika. Bajingan, kau bahkan tidak memberiku kesempatan untuk melawan.

"Aku anggap kamu setuju." Randika mulai menjelaskan. "Setelah aku berhasil mengejar pembunuh itu, aku bertemu dengan Elva, wanita yang ada di hotel itu. Dia rupanya telah diberi obat sama seseorang dan keadaanya benar-benar buruk. Aku membawanya ke hotel untuk menyelamatkan nyawanya. Aku menggunakan akupuntur jadi aku harus membuka bajunya. Tentu saja aku tidak membuka pakaian dalamnya dan setelah aku selesai dan mau memakaikannya kembali, kamu mengebel pintu. Percayalah padaku, aku tidak akan mengkhianati istriku yang mencintaiku. Jika aku melakukannya, aku akan melakukannya denganmu."

Setelah Randika selesai berbicara, dia memperhatikan ekspresi Inggrid dan melihat bahwa dia menerima penjelasannya cukup baik. "Istriku, kau percaya kan padaku? Kalau kamu percaya aku akan melepaskanmu."

Inggrid hanya menatap tajam pada Randika dan tidak menganggukan kepalanya.

Randika pusing terhadap istrinya satu ini. Dia harus meyakinkan Inggrid.

"Baiklah, aku keterlaluan dengan mengancammu seperti ini. Aku akan melepaskanmu dan mendengarkan jawabanmu."

Setelah melepaskannya, Inggrid segera mengatakan. "Jangan lihat ke sini!"

Ha?

Randika tidak menyangka mendengar perkataan seperti itu, barulah dia sadar bahwa Inggrid sedang tidak memakai celana.

Setelah Randika tidak melihat, Inggrid segera memakai celananya. Di tengah-tengahnya, Randika menoleh. "Kamu belum memberikan jawabanmu."

"Kyaa!" Inggrid langsung berteriak. Randika langsung menyekap Inggrid sekali lagi.

Pria ini pasti ingin mengintip! Dia hanya pura-pura menyekapku hanya untuk melihatku telanjang!

Inggrid mulai jengkel. Celananya baru separuh dia pakai dan setelah Randika menerjangnya secara tiba-tiba, celananya melorot hingga ke kaki.

Melihat tatapan marah Inggrid, Randika langsung sadar bahwa dia memakai cara yang salah lagi. Dia segera ingin menangkap kedua tangan istrinya itu ternyata salah sasaran. Kedua bakpau mengisi penuh tangannya.

Randika dan Inggrid sama-sama terdiam. Tangan Randika yang menyentuh dada Inggrid itu tiba-tiba meremas sekali.

"Ah maksudku bukan begini!" Randika langsung menarik tangannya.

"Pergi!" Inggrid nampak ingin mencabik-cabik Randika.

"Aku belum mendapatkan jawabanmu. Apakah kau percaya denganku?" Randika masih bersikukuh.

Inggrid benar-benar kehabisan kata-kata. Pria ini benar-benar keras kepala, apa gunanya memang kalau aku mempercayainya atau tidak? Tiga bulan lagi mereka akan berpisah dan tidak bertemu lagi.

"Iya percaya, percaya! Keluar sekarang!" Inggrid merasa dirinya menggila.

"Akhirnya! Ternyata istriku pengertian juga." Randika lalu tersenyum. "Kalau begitu aku keluar."

Setelah Randika berada di ambang pintu, Inggrid menghela napas lega. Namun, kepala Randika menoleh dan mengatakan. "Kutunggu di kamar beruangku yang manis!"

Seketika itu juga, benda-benda mulai melayang.

Pria mesum tak tahu diri!

Dirinya memang benar-benar benci dengan pria satu ini!

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like