Legenda Dewa Harem

Chapter 87: Momen Intim yang Dirusak Lagi

Randika keluar dari rumah Christina dengan terbirit-birit, dia berlari dengan cepat menuju kamar Viona.

Randika menyadari bahwa pintu yang dia dobrak masih tergeletak begitu saja, dia harus pergi secepat mungkin untuk menghindari masalah.

Di kamar Viona, Randika disuguhkan es teh manis yang sudah dipersiapkan oleh Viona.

"Ran, kamu pasti haus." Kata Viona sambil memberikan gelasnya pada Randika.

"Vi, aku bukan hanya haus tapi juga lapar." Senyuman nakal milik Randika mulai naik kembali.

"Ah? Baiklah aku ambilkan cemilan dulu." Viona lalu berdiri hendak ke dapur untuk membuatkan cemilan.

"Maksudku aku lapar akan kasih sayangmu, biarkan aku menikmatimu sekali lagi." Kata Randika sambil tersenyum sekaligus menahan tangan Viona agar dia tidak bisa kabur.

"Ran…." Wajah Viona sudah tersipu malu. Kata-kata Randika mengacu pada keterusan momen mesra mereka tadi.

"Vi, tadi kita diganggu di tengah jalan. Sekarang biarkan aku menyelesaikannya." Randika sudah memeluk Viona dari belakang dan menyebul leher putih Viona yang mulus itu.

"Ran… Jangan!" Viona kembali malu.

Randika benar-benar menyayangkan kejadian tadi, kalau bukan karena teriakan Christina itu maka dia sudah bersatu dengan Viona.

"Tidak usah malu." Kata Randika dengan senyuman hangat. "Aku cuma ingin melihat dalaman yang kau pakai."

Mendengar kata-kata itu, wajah Viona kembali memerah. Mungkin perempuan lain sudah menampar Randika sekaran tetapi, Viona telah berkali-kali diselamatkan oleh Randika jadi sulit bagi dirinya untuk menolak cinta pria ini.

"Kau tidak perlu khawatir. Aku mencintaimu baik dirimu yang polos maupun yang nakal!" Randika sudah berhenti berbicara dan membiarkan tangannya bekerja. Dia lalu melorot sedikit celana Viona sambil mengatakan. "Khususnya dirimu yang memakai G-String."

Viona sudah malu setengah mati, kata-kata terakhir Randika itu menyerang pertahanan terakhirnya. Dirinya memang memiliki sifat nakal tetapi selama ini dia tidak punya pasangan untuk melampiaskannya jadi ini pertama kalinya dia merasa didominasi.

"Vi, aku akan membuka bajumu dulu." Randika lalu mengangkat baju Viona hingga terlepas. Pinggang ramping Viona benar-benar enak dipegang. Beha berwarna hitam itu segera menunjukan kedua gunung yang disembunyikan oleh Viona.

Kulit Viona benar-benar mulus bagaikan sutera. Randika suka mengelus-elus Viona khususnya dadanya yang besar itu!

Melihat Viona yang menjadi penurut, Randika tidak tergesa-gesa. "Vi, biarkan aku membuka celanamu lagi. Aku ingin melihat dalamanmu sekali lagi."

Viona memakai celana hot pants yang ketat. Paha dan kakinya yang panjang itu sudah lama terpaku di mata Randika.

Tetapi, untuk momen berikut ini Viona tidak membutuhkan celananya itu.

Randika lalu memangku Viona di sofa dan tangannya yang memegang pinggang Viona mulai turun ke kancing celananya. Dia perlahan menurunkan risleting celana Viona itu.

Randika lalu menggunakan kedua tangannya untuk melepasnya secara perlahan melewati paha dan kaki Viona. Viona membantu Randika dengan mengawang sedikit untuk mempermudah Randika melepaskannya.

"Kita lanjutkan ini di kasur." Randika tersenyum lebar sambil menggendong Viona ke kasur. Selama proses ini, Viona menutupi wajahnya.

Setelah meletakkan Viona di kasur, Randika menatap puas pada tubuh Viona yang sungguh menawan ini.

Randika sudah terbakar oleh api nafsu, tidak sabar dengan apa yang akan mereka lakukan. Mengintip dari celah tangannya, Viona memperhatikan tatapan buas Randika tersebut. Dia lalu menutup wajahnya lagi.

"Ran… aku malu." Kata Viona dengan suara pelan.

"Tenanglah Vi, aku ada di sini dan kita akan lalui ini bersama." Kata Randika dengan lembut sambil mencium dahinya. Dia lalu berusaha melepas pengait behanya.

Randika sudah berhasil menemukan pengait tersebut dan berusaha melepasnya. Hari ini adalah hari di mana Viona menjadi wanitanya.

Klik!

Dok! Dok!

Bersamaan dengan pengait itu lepas, terdengar suara pintu digedor keras dari luar.

Mata Viona terbuka lebar dan mengatakan. "Ran, ada yang menggedor pintu rumah."

Bajingan, bajingan, siapa lagi coba yang mengganggu dirinya?

Randika benar-benar kehabisan kata-kata. Bajingan mana lagi yang berani mengganggu dirinya? Setiap kali momen intim seperti ini ada aja halangannya.

"Sudah biarkan saja orang itu. Mungkin itu cuma anak-anak yang lagi iseng saja." Kata Randika sambil berusaha melepas beha Viona yang sudah tidak terikat itu, sedikit lagi kedua pucuk itu akan terlihat.

Namun, dengan cepat Viona berdiri dan menutupi dadanya. "Aku serius!"

Penolakan ini membuat hati Randika benar-benar hancur.

"Baiklah kalau begitu." Randika berdiri dan berjalan menuju pintu dengan wajah kecewa.

Ketika dia membuka pintu rumah, ternyata Christina lah yang lagi-lagi mengganggu dirinya!

"Hmmm? Kenapa kau mengganggu waktuku yang berharga?" Ketika melihat orang itu adalah Christina, Randika menjadi marah. "Bukankah kau sudah muak denganku?"

Christina mendengus dingin dan menunjuk pintu rumahnya. "Pintuku kau yang rusaki kan? Cepat perbaiki hari ini!"

"HAH?? Kau memanggilku cuma karena itu?" Randika langsung menampar dahinya. "Kau kira aku tukang?"

"Pokoknya itu tanggung jawabmu!" Kata Christina sambil meninggalkan rumah Viona.

Randika benar-benar kehabisan kata-kata.

Setelah memperbaiki pintu Christina dengan ogah-ogahan, Randika kembali ke rumah Viona dan memintanya agar mereka meneruskan momen intim tadi. Tetapi, Viona menolak melakukannya. Randika benar-benar kecewa mendengarnya.

Hal ini membuat Randika memaki Christina tanpa henti di hatinya. Gara-gara wanita itu, momen sempurna membuat Viona menjadi wanitanya benar-benar telah hilang. Momen yang dia bangun selama ini telah hancur berantakan.

Dengan muka kecewa, Randika hanya bisa berjalan pulang.

Langit sudah gelap dan kota Cendrawasih kembali dihiasi lampu-lampu terang.

Tin! Tin!

Meskipun sudah gelap, pusat kota ini masih dipenuhi oleh mobil. Serasa tidak mau kalah, para pejalan kaki juga memenuhi kedua sisi jalan.

Randika masih berjalan dengan wajah kecewa ketika dia hendak memanggil taksi, tiba-tiba ada seorang perempuan muda melewati dirinya.

Randika tidak bisa tidak memelototinya, perempuan ini benar-benar cantik!

Perempuan ini berumur sekitar awal 20an dan berambut pirang. Dia memiliki wajah yang lonjong dan memakai make up tipis, lipstik merah yang cerah, hidung mancung dan alis yang disulam. Dia memakai high heels dan rok pendek yang ketat. Sepertinya perempuan ini hendak berkencan.

Mungkin ini adalah semacam penghiburan dari atas jadi Randika tidak segan-segan menikmati pemandangan indah ini.

Setelah memelototinya beberapa detik, Randika memalingkan wajahnya dan kembali mencari taksi.

Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari samping.

Ketika dia menoleh, Randika melihat bahwa perempuan muda tadi telah digiring oleh beberapa orang ke samping gang yang sepi. Salah satu dari mereka menutup mulut perempuan itu dengan mulutnya dan sisanya segera memperhatikan sekelilingnya.

Penculikan?

Meskipun pejalan kakinya yang berlalu sedang tidak terlalu banyak, para penculik itu benar-benar berani beraksi di tengah keramaian.

Randika hanya menghela napas dan memutuskan untuk membuntuti mereka.

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like