Legenda Dewa Harem

Chapter 30: Hormat pada Kakak Tertua!

"Kakak tertua, aku akhirnya bisa menemukanmu!"

Seluruh orang yang melihatnya terdiam. Para bawahan yang dibawa Dimas malah melihat adegan ini dengan mulut ternganga. Bukankah mereka datang untuk menghajar orang?

Muka Elang sudah seperti orang bodoh. Apa-apaan ini? Kakak tertuanya berlutut di depan orang asing? Bahkan rasanya kakak tertua itu memuja pemuda itu. Apakah ini mimpi?

Ekspresi Andre lebih bodoh lagi. Seharusnya situasi tidak berjalan seperti ini. Bukankah harusnya Randika yang berlutut dengan wajahnya yang babak belur? Kenapa bisa salah satu pimpinan dunia bawah tanah malah yang berlutut di hadapan Randika?

Randika sendiri juga kaget. Orang ini ternyata punya akal juga, pikirnya.

Randika kembali duduk di kursinya dan melihat Dimas, "Aku tidak ingat pernah membantumu, buat apa kau mencariku?"

Muka Dimas penuh dengan rasa hormat, "Kalau bukan karena bantuan kakak tertua, Dimas ini sudah tidak bernyawa sejak hari itu. Meskipun kakak waktu itu hanya melakukan 'pembersihan', justru aku tidak pernah melupakan aksi kakak tersebut."

Adegan malam itu benar-benar melekat erat di pikiran Dimas. Malam itu Randika membantai geng kapak seorang diri. Tidak pernah ada dalam sejarah dunia bawah tanah yang mengatakan bahwa sebuah geng, apalagi sebesar geng kapak, hancur dalam semalam.

Geng kapak sudah dipastikan hancur ketika Randika mendobrak pintu mereka. Yang membuat Dimas benar-benar kagum adalah saat pimpinan geng kapak itu mengeluarkan pistolnya.

Bahkan peluru saja bisa dihindari! Bagaimana mungkin Randika itu seorang manusia?

Setelah malam itu, Dimas memanfaatkan kekosongan kekuasaan dari geng kapak untuk menjadi salah satu geng terkuat di kota ini. Hanya butuh satu malam dan tatanan dunia bawah tanah di kota Cendrawasih berubah. Ini semua berkat bantuan Randika.

Berkat satu pertemuannya dengan Randika itu, hidup Dimas berubah drastis. Kalau bukan karena Randika, dia pasti akan mati dibunuh oleh geng kapak. Jadi dia sangat menghormati Randika.

Namun, hanya masalah waktu saja sebelum gengnya ini berpapasan dengan Randika. Jadi sebisa mungkin sejak saat dia berpisah dengan Randika, Dimas berusaha mencari dirinya untuk mendapatkan hatinya agar gengnya tidak bernasib sama dengan geng kapak.

"Hei kalian! Kenapa kalian masih berdiri?" Dimas segera berbalik dan membentak ke seluruh bawahannya. "Bukankah kakak tertuaku adalah kakak tertua kalian? Berlutut sekarang juga!"

Semua preman-preman ini masih bingung. Mereka saling menatap satu sama lain, tidak yakin harus melakukan apa.

"Jika kalian tidak mau berlutut, kupatahkan kaki kalian satu per satu!" Bentak Dimas.

Kali ini semua preman itu menuruti perkataan Dimas dan berlutut serentak. Bisa dikatakan hampir semua orang di lantai 9 ini berlutut ke arah Randika.

Yang masih belum berlutut adalah Andre dan Elang. Mereka masih tidak dapat mempercayai apa yang mereka lihat. Ekspresi Andre sudah mulai berubah menjadi ketakutan. Perkembangan situasi yang seperti ini benar-benar di luar dugaannya. Mengenai apakah dia masih bisa bertahan di perusahaan Cendrawasih juga patut dipertanyakan.

Glek!

Andre menelan ludahnya dan terlihat menyesali perbuatannya. Bisa-bisanya dia menyinggung Randika.

Meskipun sudah membentak mereka, Dimas masih melihat ada 2 orang yang belum berlutut. Ekspresinya segera menjadi marah. Elang yang melihat ekspresi Dimas itu segera berlutut, sekarang hanya Andre yang masih berdiri.

Karena aku bukan bagian dari kalian, buat apa aku berlutut?

Meskipun ketakutan, Andre masih belum goyah lalu Dimas terlihat membentaknya. "Kau tuli? Bukankah aku sudah menyuruh semuanya yang ada di sini berlutut? Aku tidak ngurus siapa dirimu tetapi ketika aku menyuruh semuanya berlutut, berlututlah atau kau akan kuhajar!"

Duak!

Saking lemasnya kakinya, Andre tidak bisa menahan tubuhnya dan berlutut. Wajahnya sudah dipenuhi oleh keringat, dia tidak tahu apa yang akan terjadi berikutnya.

"Hormat pada kakak tertua!" Teriak Dimas sambil menyembah.

"Hormat pada kakak tertua!" Para preman itu segera mengikuti gerakan Dimas.

Para ahli parfum yang mengintip dari dalam ruangan ikut terkejut melihat adegan ini. Orang dari dunia bawah tanah sampai menyembahnya? Siapa Randika sebenarnya?

Seorang petugas keamanan yang ada di lantai ini menelan ludahnya dan melaporkan apa yang dia lihat. "Keadaan di lantai 9 aman, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Hmmm lumayan, pikir Randika. Dia lalu melihat Dimas sekali lagi. Orang ini berhasil menghemat waktunya dan tidak ada salahnya menerima hormat mereka.

"Baiklah, baiklah." Randika mengibaskan tangannya dan mengatakan, "Kalian semua berdirilah."

Semua orang lalu berdiri dan Randika segera menunjuk Elang dan Andre, "Kalian menyembahku sebagai kakak tertua kalian tapi di sana ada dua orang yang menganggapku musuh. Jika kalian tidak bisa satu suara maka bisa kusimpulkan kalian tidak tulus menghormatiku."

Seketika itu juga, Dimas segera menghampiri mereka berdua dan mengatakan. "Dasar bajingan! Kalian berani memusuhi kakak tertuaku? Siap mati kalian?"

Beberapa preman juga mengepung Elang dan Andre.

Hidupku sudah di ujung tanduk!

Seluruh tubuh Andre sudah basah oleh keringat. Di saat-saat menegangkan ini, dia masih sempat melihat Randika dan melihat senyuman kecilnya.

Elang juga takut. Bukankah mereka adalah saudara? Kenapa mereka dengan cepat membuang dirinya, terlebih kenapa Dimas sangat menghormati orang itu? Dia berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhirnya.

Dua orang segera menahan Andre dan Elang. "Selama ini kau belajar apa ha?"

Dimas pun memukul perut Elang dan dia pun terkapar di lantai. Elang segera berdiri dan membungkuk sambil meminta ampun.

"Kakak tertua maafkan adikmu yang bodoh ini! Aku telah berbuat salah!" Saat membungkuk pun dia masih menerima pukulan.

"Kau sudah dewasa dan masih saja berpikiran layaknya bocah gara-gara tergiur oleh uang." Kata Randika pada Elang. Kata-katanya ini menusuk hati dan membuat wajah Elang menjadi merah.

"Kakak tertua, adik memang salah. Orang ini mengatakan bahwa dia ingin menghajar salah satu rekan kerjanya dan menjanjikan aku uang 25 juta setelahnya. Kakak, ini salahku karena tergiur dengan uang! Aku layak dihukum! Aku layak dihukum!" Sambil berkata seperti itu, dia menampar dirinya sebanyak 7x.

Dimas meludahinya, "Cih! Nanti aku akan mengurusmu saat pulang nanti." Setelah itu, Dimas kembali menendangnya.

Kali ini darah mengalir dari sudut mulut Elang.

"Kak ini juga merupakan kesalahanku karena tidak bisa mengatur anak buahku sendiri." Dimas meminta maaf ke Randika. Tetapi kalimat berikutnya membuat Elang ketakutan, "Kalau kakak berkenan, kau bisa melakukan apa saja padanya nanti akan kami urus mayatnya."

Ketika mendengar ini, wajah Elang sangat pucat.

Randika mengibaskan tangannya. "Aku tidak mengerti bagaimana caranya kau mengurus berandalan di kelompokmu. Dia anak buahmu jadi hukumlah sesuai hukummu."

Ketika mendengar ini, Elang bernapas lega.

"Terima kasih kak!" Dimas segera membungkuk.

"Terima kasih kakak tertua!" Elang juga segera membungkuk.

Sekarang tatapan mata Randika jatuh pada Andre. Wajah Andre sudah putih sambil dipenuhi oleh keringat, matanya dipenuhi rasa takut dan hidungnya sudah berair. Kakinya bahkan tidak bisa berhenti bergetar.

"Bagaimana Tuan Andre? Masih mau memecatku dari sini?" Tanya Randika.

"Tidak, aku tidak akan berani." Andre segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bahkan kau bisa memecatku sekarang juga."

"Ha? Bagaimana mungkin? Bukankah manajer personalianya Anda?"

Di samping Randika, Dimas terlihat marah dengan cara Andre menjawab. "Berani tidak menghormati kakak tertua? Kubunuh kau!"

Dimas melayangkan pukulan ke perut Andre. Andre pun terkapar di lantai kesakitan.

"Berdiri!" Kata Dimas dengan nada dingin.

Melihat Andre yang tidak segera berdiri, dua orang preman menopang dan memegangi tubuh Andre.

"Bedebah, kubunuh kau hari ini demi kehormatan kakak tertua!" Dimas kembali memukulnya dan Andre sudah meringkik kesakitan.

Karena Andre bukan anak buahnya, Dimas tidak segan-segan memukulinya dengan keras. Selama dia tidak membunuh orang ini seharusnya tidak ada masalah. Kalau pun orang ini terbaring di rumah sakit bukankah itu lebih bagus daripada dibunuh Randika?

"Maafkan aku Randika! Aku salah! Aku seharusnya tidak mengusik dirimu ataupun wanitamu. Aku orang bodoh yang tidak sadar akan posisinya! Aku seharusnya tidak mengirim orang untuk mencelakaimu!" Andre benar-benar menangis dengan semua kejadian buruk hari ini.

Randika tampak menutup matanya, seakan-akan tidak peduli dengan omongannya.

Andre sudah merasa tubuhnya remuk. Melihat Randika yang menutup matanya, hatinya segera mengepal.

"Bajingan, kau kira kau itu anjing?" Dimas segera memeriksa sepatunya. Di tengah-tengah penyiksaannya, Andre ternyata mengompol.

"Tuan Randika tolong lepaskan aku. Aku hanya orang kecil dan tidak punya malu. Umurku masih muda dan aku tidak ingin mati." Andre sudah berurai air mata dan ingusnya sudah menetes-netes. "Aku berjanji tidak akan mengejar Inggrid lagi tuan, aku tidak akan menyentuh wanitamu lagi. Aku tidak akan mengusik kehidupanmu lagi. Tolong lepaskan aku tuan."

Pada saat ini, Randika berkata dengan suara pelan. "Apa hubunganku dengan Inggrid?"

Andre terkejut dan segera mengatakan, "Suami istri! Kalian berdua adalah pasangan suami istri!"

"Ulangi lagi?" Kata Randika sambil mengerutkan dahinya.

Melihat ekspresi Randika, Andre segera merubah kata-katanya. "Kalian berdua adalah atasan dan bawahan. Inggrid adalah bos, sedangkan Anda adalah karyawan perusahaan ini."

"Terus?" Randika masih mengerutkan dahinya.

Andre sudah ingin menangis, dia sudah tidak tahan dengan situasi ini.

"Aku tidak tahu hubungan Anda dengan Inggrid yang sebenarnya. Aku hanya orang asing lainnya."

"Itu benar, kau tidak tahu apa-apa tentang hubungan kami." Randika kembali menutup matanya. "Aku tidak ingin melihatmu di sekitar Inggrid lagi."

"Anda tidak perlu khawatir, aku akan mengundurkan diri saat ini juga." Andre segera ingin pergi dari sini. Tetapi, lagi-lagi ekspresi Randika kembali masam.

"Memangnya aku menyuruhmu untuk berhenti?" Kata Randika. "Kalau-kalau perusahaan ini mengalami kekacauan, kau tahu sendiri hukuman apa yang menantimu."

Aku tidak diperbolehkan keluar dari pekerjaan ini dan masih harus bertemu dengan setan ini?

Andre ingin menangis tetapi dia tidak bisa melawan perkataan Randika dan mengiyakan.

"Dan kejadian apa yang terjadi hari ini?" Tanya Randika.

"Tuan Randika tidak perlu khawatir, hari ini damai seperti biasanya." Balas Andre.

"Terus kenapa kau terluka?"

Andre segera membalas, "Aku terjatuh dari tangga karena terpeleset!"

Ketika Dimas melihat bahwa Randika sudah puas, dia menyuruh 2 bawahannya yang memegangi Andre untuk melepasnya. "Pergi dari sini, berani mengganggu kakak tertua lagi kubunuh kau!"

Andre segera membungkuk terima kasih dan lari menuju lift.

Setelah itu, Dimas melihat Randika yang berbalik menuju ruangannya.

"Kak? Mau ke mana kau?" Teriak Dimas.

"Aku ada urusan, sebaiknya kau juga pergi." Balas Randika.

"Ah?" Dimas masih bingung dengan tanggapan Randika.

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like